POINT
1 DARI SKALA 4
SEBUAH
REFLEKSI : POTRET BURAM KONDISI PEMBANGUNAN HUKUM DI INDONESIA
Kondisi kekinian bangsa indonesia terasa semakin berat bagi dunia penegakan hukum. Tidak saja karena wajah buram
keadilan yang terekam jelas pada tahun sebelumnya, yang masih menjadi tumpukan
berkas di meja para penegak hukum. Sebut saja, kasus Bailout Century, pemilihan deputi BI dan kasus yang saat
ini masih hangat
diperbincangkan yakni
kasus (wisma atlet) yang menyeret
berbagai petinggi parpol, serta berbagai kasus hukum yang lainnya yang sampai
hari ini belum diputuskan perkaranya oleh lembaga peradilan dan terkesan sebagai perpanjangan tangan dari elite
bangsa yang tidak berpihak pada rakyat kecil.
Hal ini dipredikasi akan menjadi prolog panjang yang terus menyedot energi
publik. Kereta tua yang membawa agenda pembenahan hukum seakan kian bergerak
pada rel bercabang yang semakin tidak jelas arah, dan terkesan reaktif. Ditambah
lagi berbagai kasus yang terjadi akhir akhir ini yang sangat terkesan sebagai
scenario elit parpol dalam menuntaskan kepentingan mereka masing masing. Masyarakat
tentunya tidak boleh dibiarkan terlena dengan evaluasi yang terkesan bagai
“politik gincu” ini, sebab ini akan menjadi komsumsi publik yang sangat buruk.
Dan dapat berakibat fatal bagi dunia pendidikan hukum Indonesia. Bayangkan saja
ketika ternyata yang mengkomsumsi kasus kasus hukum yang buruk ini dikomsusmsi
oleh kalangan anak-anak, bukankah ini akan berakibat fatal pada pola pikir dan
reaksi aktual mereka. Dan tentunya semua ini kita tidak harapkan bersama.
Survey yang saya lakukan mendapatkan
sebuah kesimpulan nyata bahwa persoalan hukum dari berbagai kasus yang telah menyeret para
petinggi Negara ini di meja hijau
ternyata hanya 15 % (persent) saja yang putusan perkaranya yang dinilai “adil” bagi masyarakat banyak dan selebihnya hanya menjadi momok menakutkan bagi masyarakat
indonesia. Hal ini kemudian semakin diperparah oleh fungsi lembaga peradilan yang seyogyanya
menjadi tumpuan harapan keadilan rakyat ternyata ikut andil dalam skenario yang
dilakukan para elit parpol dan pada akhirnya rakyat kecil lah yang menjadi
tumbal dari skenario ini. Apabila hal ini terus dibiarkan maka kurang dari lima tahun saja bangsa ini akan
memposisikan dirinya dititik 2 dari skala 4, hal ini berarti Indonesia akan membangun ulang
fondasi hukumnya . Keadaan ini mengacu
pada kondisi hukum
(produk dan
implementasi) bangsa
Indonesia yang sangat ‘amburadul’ dan kehilangan arah. Diperparah lagi dengan realitas hukum yang terjadi sampai
hari ini masih menjadi kacamata buram bagi mereka yang mencari keadilan. Lihat saja bagaimana para elite politik
bangsa indonesia melakukan berbagai pembiaran-pembiaran kasus hukum yang
melibatkan relasi, family, dan kroni-kroni komunitasnya demi menjaga gerbong
mereka masing-masing. Dan yang lebih lucunya lagi merka (golongan progresif)
terkesan kaku dalam memainkan perannya dalam menghancurkan gerbong-gerbong
elite (sebagai visi mereka). Mengapa saya katakan kaku, hal ini didasari oleh
model main yang mereka lakukan hanya sebatas wacana di kursi goyang (ala-ala 86). Dalam setiap gerakan yang
mereka lakukan tidak mempunyai orientasi nyata bagi masyarakat dan bangsa.
Lihat, bagaimana kemudian golongan progresif dipaksa “menundukan kepala” dihadapan
golongan elite. Apakah seperti ini realitas yang kita butuhkan ? ini bukan
tentang apakah kita dapat makan hari ini atau tidak tetapi apakah kita akan
menggugurkan niat dan membunuh kreatifitas kita hanya karena kekurangan
segumpal lemak ditubuh ? sangat ironis dan sporadik ketika kemudian saya
katakan bahwa Fondasi
hukum yang telah jauh-jauh hari dibangun oleh para pelopor dan
penggerak arah bangsa harus berani kita gadaikan secara nyata dan besar-besaran kepada mereka
(elite) demi sebutir nasi. Ini bukanlah gerakan untuk mensucikan bangsa layaknya
seorang malaikat yang tiba-tiba datang ke bumi ini. Akan tetapi, kita harus
membuat sebuah gerak ideal yang dapat dan layak dipergunakan oleh masyarakat
banyak. Ataukah jangan sampai (pemikiran sederhana saya) gerakan yang kita
perbuat untuk bangsa ini akan dirasakan kepada sedemikian juta janin bayi yang
notabene akan menjadi penerus bangsa dengan kondisi bangsa yang sangat
amburadul dan sangat ironi. Lagi, lagi dan lagi saya harus katakan “sangat
buram arah bangsa ini”.
Refleksi kehidupan sosial-hukum dalam
kemajemukan masyarakat indonesia pada jaman sekarang ini sudah sangat cukup bnyak
berfaedah bagi bangsa ini hanya saja lemahnya semangat juang, kurangnya
mobilitas daya, dan
kurangnya
kesadaran akan solidaritas berkehidupan telah menjamur di setiap dimensi
kehidupan bangsa indonesia. Kalau seperti ini keadaanya maka apa yang salah
dengan carut marut bangsa ini ? seharusnya pertanyaan ini “haram” untuk kita
lontarkan. Mengapa demikian, karena itu merupakan pertanyaan yang sejatinya
bangsa itu sendiri yang melontarkannya. Lantas, pertanyaan seperti apa yang
harus kita lontarkan, maka apa saja yang sudah kita berikan pada bangsa ini ?
inilah pertanyaan yang sebenarnya lebih tepat untuk menggambarkan kondisi
bangsa indonesia kekinian. Apakah ini merupakan kesalahan sistem ataukah ini
adalah keadaan yang datang begitu saja tanpa sebab yang jelas. Ada satu (1) hal
kondisi yang ingin saya uraikan pada bagian kali ini. Pernahkah kita sadari
baik di alam bawah sadar kita maupun diluar alam sadar manusia bahwa mengapa
kemudian bangsa indonesia saat ini begitu ruwet dengan berbagai macam
kompleksitas yang dihadapinya ? ini merupakan peninggalan buah sejarah yang
pernah ditorehkan para pendahulu sebelum kita. Banyak kemudian yang mengganggap
bahwa kesalahan paling fatal dalam kehidupan berbagsa dan bernegara adalah
rusaknya sistem yang ada. Padahal sejatinya kita telah melupakan satu hal yang
paling subtansif yaitu munculnya krisis intelektualis masyarakat sebagai
satu-satunya pencipta sistem yang ada. Saya ingin mengajak para pembaca untuk
merefleksikan hasil dari pada reformasi yang kita agung-agungkan saat itu
dengan begitu kentalnya. Kurangkah kita melihat bahwa kondisi yang lahir pada
bangsa saat ini merupakan pemanis yang
lahir akibat reformasi (era reformasi 1998). Tidak ada yang salah dengan
gerakan 1998, tapi penciptaan sebuah sistem bernegara pada saat itu
(direkontruksinya sendi-sendi bernegara) yang masih sarat dengan kepentingan
elite. Siapa bilang kalau era reformasi telah melahirkan kemerdekaan murni bagi
bangsa ini. Sesungguhnya kita dipaksa untuk dapat melakukan perbaikan disegala
dimensi yang sebenarnya telah menjerumuskan kita ke arah yang lebih buruk.
Ketidakkonsistensinya arah bangsa, salah satu cirinya dapat kita lihat dan
bahkan kita telah merasakan dampaknya. Kebebasan tanpa arah dan batas adalah
faktor determinan yang paling tinggi. Olehnya itu, dengan akan direkontruksikannya kembali sistem hukum
indonesia merupakan satu-satunya jalan untuk menggapai cita-cita reformasi
karena apa yang dicita-citakan oleh pejuang reformasi sampai saat ini belum tercapai. Maka dari
itu kekuatan untukmembentuk sistem hukum baru yang lebih responsif dengan zaman
merupakan sebuah keharusan yang tak bisa terbantahkan lagi. Dan Ini akan memaksa bangsa Indonesia merefresh kembali
produk hukumnya.
Terakhir yang ingin saya sampaikan
adalah pada
dasarnya keadaan seperti ini adalah baik adanya, karena kita dapat mendekorasi
ulang segala produk hukum kita, yang realitanya sampai hari ini masih belum
bisa berpihak pada kaum minoritas (rakyat kecil). Tetapi kemudian, perlu kita pahami
bersama bahwa apabila kenyataannya bangsa Indonesia harus merekontruksi kembali
semua produk hukumnya, maka apakah menjamin para legislator dan pemerintah
Indonesia dapat memberikan produk hukum yang benar-benar berpihak pada rakyat
banyak, khususnya rakyat kecil ? dan apakah lembaga yustisi Indonesia dapat
menjamin untuk mengaktualisasikan produk hukumnya yang baru ini lebih baik daripada
yang lalu ? sesungguhnya pertanyaan ini agak sedikit sporadik namun ini akan
menjadi starting point dalam
pembenahan hukum di Indonesia. Dan ini akan menjadi home work bagi kita semua, khususnya bagi kalangan mahasiswa guna
mengimplementasikan peran dan fungsinya secara nyata. Dan semoga Tuhan masih
memberikan waktuNYA kepada kita guna menuntaskan kewajiban kita sebagai
penyambung lidah rakyat dan umat. Terakhir yang ingin saya sampaikan bahwa
Indonesia masih sangat membutuhkan konsep konsep kreatif dan karya nyata dari
kalangan mahasiswa, khususnya kalangan mahasiswa hukum guna dapat memperbaiki
kondisi hukum di Indonesia karena kesemuanya ini sesungguhnya bukanlah untuk
kita sendiri melainkan untuk anak dan cucu kita sebagai pewaris harta kita dan sebagai regenerasi Negara Indonesia dan
dunia tentunya.
Assalamualaikum Wr. Wb dan Salam Sejahtera
Bagi Kita Semua. Amin.
By : Ahmad
Iskandar Zulkarnaen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar